UNDANG UNDANG PENERBANGAN RI – B

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

BAGIAN 2

 

Contents

BAB VI RANCANG BANGUN DAN PRODUKSI PESAWAT UDARA

Bagian Kesatu Rancang Bangun Pesawat Udara

Pasal 13 Pesyaratan rancang bangun

Pasal 14 Persetujuan

Pasal 15 Sertifikasi tipe

Pasal 16 Validasi Tipe

Pasal 17 Modifikasi Tipe

Pasal 18 Ketentuan lanjutan

Bagian Kedua Produksi Pesawat Udara .

Pasal 19 Sertifikasi Produksi

Pasal 20 Ketentuan Lanjutan

Pasal 21 Proses

Pasal 22 Biaya

Pasal 23 Pelayanan umum

BAB VII PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN PESAWAT UDARA

Pasal 24 Pendaftran

Pasal 25 Ketentuan pendaftaran

Pasal 26 Penyajuan

Pasal 27 Tanda kebangsaan

Pasal 28 Pelanggaran Tanda kebangsaan

Pasal 29 Penghapusan tanda kebangsaan

Pasal 30 ketentuan lanjutan

Pasal 31 Proses sertifikasi

Pasal 32 Biaya

Pasal 33 Ketentuan lanjutan

BAB VIII KELAIKUDARAAN DAN PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA

Bagian Kesatu Kelaikudaraan Pesawat Udara

Pasal 34 Sertifikat kelaikan

Pasal 35 Jenis Sertifikat

Pasal 36 Kategori sertifikat

Pasal 37 Sertifikat standard

Pasal 38 Sertifikat standard khusus

Pasal 39 Sanksi administratif

Pasal 40 ketentuan lanjutan

Bagian Kedua Operasi Pesawat Udara

Pasal 41 Sertifikat operasi

Pasal 42 Persyaratan sertifikat operasi

Pasal 43 Izin sertifikat operasi

Pasal 44 Sanksi

Pasal 45 Ketentuan lanjutan

Bagian Ketiga Perawatan Pesawat Udara

Pasal 46 Pewaratan pesawat udara

Pasal 47 Kewenangan Pewaratan pesawat udara

Pasal 48 Persayaratan organisasi

Pasal 49 Persayaratan organisasi asing

Pasal 50 Sanksi

Pasal 51 Ketentuan lanjutan

Bagian Keempat Keselamatan dan Keamanan dalam Pesawat Udara Selama Penerbangan

Pasal 52 Bandar udara operasi

Pasal 53 Ketenuan pengoperasian pesawat

Pasal 54 Peraturan di dalam pesawat selama penerbangan

Pasal 55 Wewenang Kapten Perebang

Pasal 56 Penumpang pada pintu dan jendela darurat

Pasal 57 Ketentuan lanjutan

Bagian Kelima Personel Pesawat Udara

Pasal 58 Sertifikat personel

Pasal 59 kewajiban dan sanksi personel yang berlisensi

Pasal 60 LIsensi negara lain

Pasal 61 ketentuan lanjutan

Bagian Keenam Asuransi dalam Pengoperasian Pesawat Udara

Pasal 62 Asuransi

Bagian Ketujuh   Pengoperasian Pesawat Udara

Pasal 63 Pengoperasian pesawat di wilayah udara Indonesia

Pasal 64 Proses sertifikasi

Pasal 65 Biaya proses sertifikasi

Pasal 66 Ketentuan lanjutan

Bagian Kedelapan Pesawat Udara Negara

Pasal 67 Ketentuan Rancang banging dan tanda identitias

Pasal 68 Pesawat negara untuk keperluan angkutan sipil

Pasal 69 Penggunaan pesawat asing

Pasal 70 Ketentuan lanjutan

BAB IX KEPENTINGAN INTERNASIONAL ATAS OBJEK PESAWAT UDARA

Pasal 71 Kepentingan internasional

Pasal 72 Dasar Hukum

Pasal 73 Perjanjian dengan akta otentik

Pasal 74 Deregistrasi

Pasal 75 Penghapusan pendaftaran

Pasal 76 Kementrian terkait

Pasal 77 Hak kreditur

Pasal 78 Kepentingan internasional

Pasal 79 Cedera janji

Pasal 80 Pengadilan

Pasal 81 Tagihan

Pasal 82 konvensi internasional

 

 

 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG PENERBANGAN

 

BAB VI RANCANG BANGUN DAN PRODUKSI PESAWAT UDARA

 

Bagian Kesatu Rancang Bangun Pesawat Udara

 

Pasal 13 Pesyaratan rancang bangun

(1) Pesawat udara, mesin pesawat udara, dan baling-baling pesawat terbang yang akan dibuat untuk digunakan secara sah (eligible) harus memiliki rancang bangun.

(2)   Rancang bangun pesawat udara, mesin pesawat udara, dan baling-baling pesawat terbang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat surat persetujuan setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian sesuai dengan standar kelaikudaraan.

(3)   Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi standar kelaikudaraan dan ketentuan perundang-undangan.

 

Pasal 14 Persetujuan

Setiap orang yang melakukan kegiatan rancang bangun pesawat udara, mesin pesawat udara, dan baling-baling pesawat terbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus mendapat surat persetujuan.

 

Pasal 15 Sertifikasi tipe

(1)   Pesawat udara, mesin pesawat udara, atau baling-baling pesawat   terbang   yang   dibuat   berdasarkan   rancang bangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 untuk diproduksi harus memiliki sertifikat tipe.

(2) Sertifikat tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah dilakukan pemeriksaan kesesuaian terhadap standar kelaikudaraan rancang bangun (initial airworthiness) dan telah memenuhi uji tipe.

 

Pasal 16 Validasi Tipe

(1)   Setiap pesawat udara, mesin pesawat udara, dan baling- baling pesawat terbang yang dirancang dan diproduksi di luar negeri dan diimpor ke Indonesia harus mendapat sertifikat validasi tipe.

(2)   Sertifikasi validasi tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan perjanjian antarnegara di bidang kelaikudaraan.

(3)   Sertifikat validasi tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian.

 

Pasal 17 Modifikasi Tipe

(1)   Setiap perubahan terhadap rancang bangun pesawat udara, mesin pesawat udara, atau baling-baling pesawat terbang yang telah mendapat sertifikat tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus mendapat surat persetujuan.

(2) Persetujuan perubahan rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah dilakukan pemeriksaan kesesuaian rancang bangun dan uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).

(3) Persetujuan perubahan rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

  1. persetujuan perubahan (modification);
  2. sertifikat tipe tambahan (supplement); atau
  3. amendemen sertifikat tipe (amendment). j .

 

Pasal 18 Ketentuan lanjutan

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur mendapatkan surat persetujuan rancang bangun, kegiatan rancang bangun, dan perubahan rancang bangun pesawat udara, sertifikat tipe, serta sertifikat validasi tipe diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Bagian Kedua Produksi Pesawat Udara .

Pasal 19 Sertifikasi Produksi

(1)   Setiap badan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan produksi dan/atau perakitan pesawat udara, mesin pesawat udara, dan/atau baling-baling pesawat terbang wajib memiliki sertifikat produksi.

(2) Untuk memperoleh sertifikat produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan hukum Indonesia harus memenuhi persyaratan:

  1. memiliki sertifikat tipe (type certificate) atau memiliki lisensi   produksi pembuatan berdasarkan perjanjian dengan pihak lain;
  2. fasilitas dan peralatan produksi;
  3. struktur organisasi sekurang-kurangnya memiliki bidang produksi dan kendali mutu;
  4. personel produksi dan kendali mutu yang kompeten;
  5. sistem jaminan kendali mutu; dan
  6. sistem pemeriksaan produk dan pengujian produksi.

 

(3) Sertifikat produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian yang hasilnya memenuhi standar kelaikudaraan.

 

Pasal 20 Ketentuan Lanjutan

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prlosedur. memperoleh sertifikat produksi pesawat udara diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Pasal 21 Proses

Proses sertifikasi pesawat udara, mesin pesawat udara, dan baling-baling pesawat terbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 19 dilaksanakan oleh lembaga penyelenggara pelayanan umum.

 

Pasal 22 Biaya

Proses sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dikenakan biaya.

 

Pasal 23 Pelayanan umum

Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga penyelenggara pelayanan umum, serta proses dan biaya sertifikasi diatur dalam Peraturan Menteri.

 

 

 

BAB VII PENDAFTARAN DAN KEBANGSAAN PESAWAT UDARA

 

 

Pasal 24 Pendaftran

Setiap pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran.

 

Pasal 25 Ketentuan pendaftaran

Pesawat udara sipil yang dapat didaftarkan di Indonesia harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. tidak terdaftar di negara lain; dan
  2. dimiliki oleh warga negara Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia;
  3. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioperasikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal 2 (dua) tahun secara terus-menerus berdasarkan

suatu perjanjian;

  1. dimiliki oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah, dan pesawat udara tersebut tidak dipergunakan untuk misi penegakan hukum; atau
  2. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang pesawat udaranya dikuasai oleh badan hokum Indonesia berdasarkan suatu perjanjian yang tunduk pada hukum yang disepakati para pihak untuk kegiatan penyimpanan, penyewaan, dan/atau perdagangan pesawat udara.

 

Pasal 26 Penyajuan

(1) Pendaftaran pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 diajukan oleh pemilik atau yang diberi kuasa dengan persyaratan:

  1. menunjukkan bukti kepemilikan atau penguasaan pesawat udara;
  2. menunjukkan bukti penghapusan pendaftaran atau tidak didaftarkan di negara lain;
  3. memenuhi ketentuan persyaratan batas usia pesawat udara yang ditetapkan oleh Menteri;
  4. bukti asuransi pesawat udara; dan
  5. bukti terpenuhinya persyaratan pengadaan pesawat udara.

(2) Pesawat udara yang telah memenuhi persyaratansebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi sertifikat pendaftaran.

(3) Sertifikat pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 3 (tiga) tahun.

 

Pasal 27 Tanda kebangsaan

(1)   Pesawat terbang, helikopter, balon udara berpenumpang, dan kapal udara (airship) yang telah mempunyai sertifikat pendaftaran Indonesia diberikan tanda   kebangsaan Indonesia.

(2)   Pesawat terbang, helikopter, balon udara berpenumpang, dan kapal udara yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan tanda kebangsaan Indonesia wajib dilengkapi dengan bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3)   Pesawat udara selain pesawat terbang, helikopter, jbalon. udara berpenumpang, dan kapal udara dapat dibebaskan dari tanda kebangsaan Indonesia.

(4) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan; dan/atau b. pencabutan sertifikat.

 

Pasal 28 Pelanggaran Tanda kebangsaan

(1) Setiap orang dilarang memberikan tanda-tanda atau mengubah identitas pendaftaran sedemikian rupa sehingga mengaburkan tanda pendaftaran, kebangsaan, dan bendera pada pesawat udara.

(2) Setiap orang yang mengaburkan identitas tanda pendaftaran   dan   kebangsaan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif be)rupa: .

  1. peringatan; dan/atau
  2. pencabutan sertifikat.

 

Pasal 29 Penghapusan tanda kebangsaan

Pesawat udara yang telah memiliki tanda pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dapat dihapus tanda pendaftarannya apabila:

  1. permintaan dari pemilik atau orang perseorangan yang diberi kuasa dengan ketentuan:

1) telah berakhirnya perjanjian sewa guna usaha;

2) diakhirinya perjanjian yang disepakati para pihak;

3) akan dipindahkan pendaftarannya ke negara lain;

4) rusak totalnya pesawat udara akibat kecelakaan;

5) tidak digunakannya lagi pesawat udara;

6) pesawat udara dengan sengaja dirusak atau dihancurkan; atau

7) terjadi cedera janji (wanprestasi) oleh penyewa pesawat udara tanpa putusan pengadilan.

 

  1. tidak dapat mempertahankan sertifikat kelaikudaraan secara terus-menerus selama 3 (tiga) tahun.

 

Pasal 30 ketentuan lanjutan

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pendaftaran dan penghapusan tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan Indonesia serta pemberian sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Pasal 31 Proses sertifikasi

Proses sertifikasi pendaftaran pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dan penghapusan tanda pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilaksanakan oleh lembaga penyelenggara pelayanan umum.

 

Pasal 32 Biaya

Proses sertifikasi pendaftaran pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dikenakan biaya.

 

Pasal 33 Ketentuan lanjutan

Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga penyelenggara pelayanan umum, serta proses dan biaya sertifikasi diatur

dalam Peraturan Menteri. l .

 

BAB VIII KELAIKUDARAAN DAN PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA

Bagian Kesatu Kelaikudaraan Pesawat Udara

Pasal 34 Sertifikat kelaikan

(1) Setiap pesawat udara yang dioperasikan wajib memenuhi standar kelaikudaraan.

(2) Pesawat udara yang telah memenuhi standar kelaikudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi sertifikat kelaikudaraan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian kelaikudaraan.

 

Pasal 35 Jenis Sertifikat

Sertifikat Kelaikudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) terdiri atas:

  1. sertifikat kelaikudaraan standar; dan b. sertifikat kelaikudaraan khusus.

 

Pasal 36 Kategori sertifikat

Sertifikat kelaikudaraan standar diberikan untuk pesawat terbang kategori transpor, normal, kegunaan (utility), aerobatik, komuter, helikopter kategori normal dan transpor, serta kapal udara dan balon berpenumpang.

 

Pasal 37 Sertifikat standard

(1) Sertifikat kelaikudaraan standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 terdiri atas:

  1. sertifikat   kelaikudaraan   standar   pertama   (initial airworthiness certificate) yang diberikan untuk pesawat udara pertama kali dioperasikan oleh setiap orang; dan
  2. sertifikat kelaikudaraan standar lanjutan (continous airworthiness certificate) yang diberikan untuk pesawat udara setelah sertifikat kelaikudaraan standar pertama dan akan dioperasikan secara terus menerus.

 

(2) Untuk memperoleh sertifikat kelaikudaraan standar pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, pesawat udara harus:

  1. memiliki sertifikat pendaftaran yang berlaku;
  2. melaksanakan proses produksi dari rancang bangun, pembuatan komponen, pengetesan komponen, perakitan, pemeriksaan kualitas, dan pengujian terbang yang memenuhi standar dan sesuai dengan kategori tipe pesawat udara;
  3. telah diperiksa dan dinyatakan sesuai dengan sertifikat tipe atau sertifikat validasi tipe atau sertifikat tambahan validasi Indonesia; dan
  4. memenuhi persyaratan standar kebisingan dan standar emisi gas buang.

 

(3) Untuk memperoleh sertifikat kelaikudaraan standar lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pesawat udara harus:

  1. memiliki sertifikat pendaftaran yang masih berlaku;
  2. memiliki sertifikat kelaikudaraan yang masih berlaku;
  3. melaksanakan perawatan sesuai dengan stanidar. perawatan yang telah ditetapkan;
  4. telah memenuhi instruksi kelaikudaraan yang diwajibkan (airworthiness directive);
  5. memiliki sertifikat tipe tambahan apabila terdapat penambahan kemampuan pesawat udara;
  6. memenuhi ketentuan pengoperasian; dan
  7. memenuhi ketentuan standar kebisingan dan standar emisi gas buang.

 

Pasal 38 Sertifikat standard khusus

Sertifikat kelaikudaraan khusus diberikan untuk pesawat udara yang penggunaannya khusus secara terbatas (restricted), percobaan (experimental), dan kegiatan penerbangan yang bersifat khusus.

 

Pasal 39 Sanksi administratif

Setiap orang yang melanggar ketentuan standar kelaikudl araan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan;
  2. pembekuan sertifikat; dan/atau c. pencabutan sertifikat.

 

Pasal 40 ketentuan lanjutan

Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai tata cara dan prosedur untuk memperoleh sertifikat kelaikudaraan dan pemberian sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Bagian Kedua Operasi Pesawat Udara

Pasal 41 Sertifikat operasi

(1)   Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara untuk kegiatan angkutan udara wajib memiliki sertifikat.

(2)   Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

  1. sertifikat  operator   pesawat   udara   (air operator certificate), yang diberikan kepada badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara niaga; atau
  2. sertifikat pengoperasian pesawat udara (operating certificate), yang diberikan kepada orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara bukan niaga.

(3)   Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian serta pemohon mendemonstrasikan kemampuan pengoperasian pesawat udara.

 

Pasal 42 Persyaratan sertifikat operasi

Untuk mendapatkan sertifikat operator pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a operator harus:

  1. memiliki izin usaha angkutan udara niaga;
  2. memiliki dan menguasai pesawat udara sesuai dengan

izin usaha yang dimiliki; i

  1. memiliki dan/atau menguasai personel pesawat udara yang kompeten dalam jumlah rasio yang memadai untuk mengoperasikan dan melakukan perawatan pesawat udara;
  2. memiliki struktur organisasi paling sedikit di bidang operasi, perawatan, keselamatan, dan jaminan kendali mutu;
  3. memiliki personel manajemen yang kompeten dengan jumlah memadai;
  4. memiliki dan/atau menguasai fasilitas pengoperasian pesawat udara;
  5. memiliki dan/atau menguasai persediaan suku cadang yang memadai;
  6. memiliki pedoman organisasi pengoperasian (company operation manual) dan pedoman organisasi perawatan (company maintenance manual);
  7. memiliki standar keandalan pengoperasian pesawat udara

(aircraft operating procedures);

  1. memiliki standar perawatan pesawat udara;
  2. memiliki fasilitas dan pedoman pendidikan dan/atau pelatihan   personel   pesawat   udara   (company training

manuals); i .

  1. memiliki sistem jaminan kendali mutu (company quality assurance manuals) untuk mempertahankan kinerja operasi dan teknik secara terus menerus; dan
  2. memiliki     pedoman   sistem   manajemen   keselamatan

(safety management system manual).

 

Pasal 43 Izin sertifikat operasi

Untuk memperoleh sertifikat pengoperasian pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b, operator harus memenuhi persyaratan:

  1. memiliki izin kegiatan angkutan udara bukan niaga;
  2. memiliki dan menguasai pesawat udara sesuai dengan izin kegiatan yang dimiliki;
  3. memiliki dan/atau menguasai personel operasi pesawat udara dan personel ahli perawatan pesawat udara;
  4. memiliki standar pengoperasian pesawat udara; dan e. memiliki standar perawatan pesawat udara.

 

Pasal 44 Sanksi

Setiap orang yang melanggar ketentuan sertifikat operasi pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 layat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan;
  2. pembekuan sertifikat; dan/atau c. pencabutan sertifikat.

 

Pasal 45 Ketentuan lanjutan

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur memperoleh sertifikat operator pesawat udara atau sertifikat pengoperasian pesawat udara dan pemberian sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

 

Bagian Ketiga Perawatan Pesawat Udara

 

Pasal 46 Pewaratan pesawat udara

(1) Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib merawat pesawat udara, mesin pesawat udara, baling- baling pesawat terbang, dan komponennya untuk mempertahankan keandalan dan kelaikudaraan secara berkelanjutan.

(2) Dalam perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang, dan komponennya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap orang harus membuat program perawatan pesawat udara yang disahkan oleh Menteri.

 

Pasal 47 Kewenangan Pewaratan pesawat udara

(1) Perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling- baling pesawat terbang dan komponennya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 hanya dapat dilakukan oleh:

  1. perusahaan angkutan udara yang telah memiliki sertifikat operator pesawat udara;
  2. badan hukum organisasi perawatan pesawat udara yang telah memiliki sertifikat organisasi perawatan pesawat udara (approved maintenance organization); atau
  3. personel ahli perawatan pesawat udara yang telah memiliki lisensi ahli perawatan pesawat udara (aircraft

maintenance engineer license). l

 

(2) Sertifikat   organisasi   perawatan   pesawat   udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan lisensi ahli perawatan pesawat udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian.

 

 

Pasal 48 Persayaratan organisasi

Untuk mendapatkan sertifikat organisasi perawatan pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (1) huruf b harus memenuhi persyaratan:

  1. memiliki atau menguasai fasilitas dan peralatan pendukung perawatan secara berkelanjutan;
  2. memiliki atau menguasai personel yang telah mempunyai lisensi ahli perawatan pesawat udara sesuai dengan lingkup pekerjaannya;
  3. memiliki pedoman perawatan dan pemeriksaaan;
  4. memiliki   pedoman   perawatan   dan   pemeriksaan (maintenance manuals) terkini yang dikeluarkan oleh pabrikan sesuai dengan jenis pesawat udara yang dioperasikan;
  5. memiliki pedoman jaminan mutu (quality assurance manuals) untuk menjamin dan mempertahan kinerja perawatan pesawat udara, mesin, baling-baling, dan komponen secara berkelanjutan;
  6. memiliki     atau     menguasai     suku     cadang     untuk mempertahankan keandalan dan kelaikudaraan berkelanjutan; dan
  7. memiliki pedoman sistem manajemen keselamatan.

 

Pasal 49 Persayaratan organisasi asing

Sertifikat organisasi perawatan pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf b dapat diberikan kepada organisasi perawatan pesawat udara di luar negeri yang memenuhi persyaratan setelah memiliki sertifikat organisasi perawatan pesawat udara yang diterbitkan oleh otoritas penerbangan negara yang bersangkutan.

 

Pasal 50 Sanksi

Setiap orang yang melanggar ketentuan perawatan pesawat udara   sebagaimana dimaksud   dalam   Pasal 47 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. pembekuan sertifikat; dan/atau b. pencabutan sertifikat.

 

Pasal 51 Ketentuan lanjutan

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, prosedur, dan pemberian sertifikat organisasi perawatan pesawat udara dan lisensi ahli perawatan pesawat udara dan pemberian sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Keempat Keselamatan dan Keamanan dalam Pesawat Udara Selama Penerbangan

 

Pasal 52 Bandar udara operasi

(1)   Setiap pesawat udara sipil Indonesia atau asing yang tiba di atau berangkat dari Indonesia hanya dapat mendarat atau lepas landas dari bandar udara yang ditetapkan untuk itu.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam keadaan darurat.

(3) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan;
  2. pembekuan sertifikat; dan/atau c. pencabutan sertifikat.

 

Pasal 53 Ketenuan pengoperasian pesawat

(1) Setiap orang dilarang menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, dan/atau penduduk atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum atau merugikan harta benda milik orang lain.

(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. pembekuan sertifikat; dan/atau b. pencabutan sertifikat.

 

Pasal 54 Peraturan di dalam pesawat selama penerbangan

Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan dilarang melakukan:

  1. perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan;
  2. pelanggaran tata tertib dalam penerbangan;
  3. pengambilan atau pengrusakan peralatan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan;
  4. perbuatan asusila;
  5. perbuatan yang mengganggu ketenteraman; atau
  6. pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan.

 

Pasal 55 Wewenang Kapten Perebang

Selama terbang, kapten penerbang pesawat udara yang bersangkutan mempunyai wewenang mengambil tindakan untuk menjamin keselamatan, ketertiban, dan keamanan penerbangan.

 

Pasal 56 Penumpang pada pintu dan jendela darurat

(1) Dalam penerbangan dilarang menempatkan penumpang yang tidak mampu melakukan tindakan darurat pada pintu dan jendela darurat pesawat udara.

(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan;
  2. pembekuan sertifikat; dan/atau c. pencabutan sertifikat.

 

Pasal 57 Ketentuan lanjutan

Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan dan keamanan dalam pesawat udara, kewenangan kapten penerbang selama penerbangan, dan pemberian sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Kelima Personel Pesawat Udara

 

Pasal 58 Sertifikat personel

(1)   Setiap personel pesawat udara wajib memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi.

(2) Personel pesawat udara yang terkait langsung dengan pelaksanaan pengoperasian pesawat udara wajib memiliki lisensi yang sah dan masih berlaku.

(3)   Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan:

  1. administratif;
  2. sehat jasmani dan rohani;
  3. memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya; dan d. lulus ujian.

(4)   Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan yang diselenggarakan lembaga yang telah diakreditasi.

 

Pasal 59 kewajiban dan sanksi personel yang berlisensi

(1)   Personel pesawat udara yang telah memiliki lisensi wajib:

  1. melaksanaan pekerjaan sesuai dengan ketentuan di bidangnya;
  2. mempertahankan kemampuan yang dimiliki; dan
  3. melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

(2) Personel pesawat udara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan;
  2. pembekuan lisensi; dan/atau c. pencabutan lisensi.

 

Pasal 60 LIsensi negara lain

Lisensi personel pesawat udara yang diberikan oleh negara lain dapat diakui melalui proses pengesahan oleh Menteri.

 

Pasal 61 ketentuan lanjutan

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara dan prosedur memperoleh lisensi, atau sertifikat kompetensi dan lembaga pendidikan dan/atau pelatihan diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Bagian Keenam Asuransi dalam Pengoperasian Pesawat Udara

 

Pasal 62 Asuransi

(1) Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib mengasuransikan:

  1. pesawat udara yang dioperasikan;
  2. personel pesawat udara yang dioperasikan;
  3. tanggung jawab kerugian pihak kedua;
  4. tanggung jawab kerugian pihak ketiga; dan
  5. kegiatan investigasi insiden dan kecelakaan pesawat udara.

 

(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan;
  2. pembekuan sertifikat; dan/atau c. pencabutan sertifikat.

 

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib asuransi dalam pengoperasian pesawat udara dan pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

 

Bagian Ketujuh Pengoperasian Pesawat Udara

 

Pasal 63 Pengoperasian pesawat di wilayah udara Indonesia

(1)   Pesawat udara yang dapat dioperasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya pesawat udara Indonesia.

(2)   Dalam keadaan tertentu dan dalam waktu terbatas pesawat udara asing dapat dioperasikan setelah mendapat izin dari Menteri.

(3) Pesawat udara sipil asing dapat dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara nasional untuk penerbangan ke dan dari luar negeri setelah adanya perjanjian antarnegara.

(4) Pesawat udara sipil asing yang akan dioperasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi persyaratan kelaikudaraan.

(5) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan;
  2. pembekuan sertifikat; dan/atau c. pencabutan sertifikat.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengoperasian pesawat udara sipil dan pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Pasal 64 Proses sertifikasi

Proses sertifikasi kelaikudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), sertifikasi operator pesawat udara dan sertifikasi pengoperasian pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), sertifikasi organisasi perawatan pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, sertifikasi organisasi perawatan pesawat udara di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, dan lisensi personel pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58   ayat   (1)   dilaksanakan   oleh   lembaga   penyelenggara pelayanan umum.

 

Pasal 65 Biaya proses sertifikasi

Proses sertifikasi dan lisensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dikenakan biaya.

 

Pasal 66 Ketentuan lanjutan

Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga penyelenggara pelayanan umum, serta proses dan biaya sertifikasi diatur dalam Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Kedelapan Pesawat Udara Negara

 

Pasal 67 Ketentuan Rancang banging dan tanda identitias

(1) Setiap pesawat udara negara yang dibuat dan dioperasikan harus memenuhi standar rancang bangun, produksi, dan kelaikudaraan.

(2)   Pesawat udara negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki tanda identitas.

 

Pasal 68 Pesawat negara untuk keperluan angkutan sipil

Dalam keadaan tertentu pesawat udara negara dapat dipergunakan untuk keperluan angkutan udara sipil dan sebaliknya.

 

Pasal 69 Penggunaan pesawat asing

Penggunaan pesawat udara negara asing untuk kegiatan angkutan udara dari dan ke atau melalui wilayah Republik Indonesia hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin Pemerintah.

 

Pasal 70 Ketentuan lanjutan

Ketentuan lebih lanjut mengenai pesawat udara negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

BAB IX KEPENTINGAN INTERNASIONAL ATAS OBJEK PESAWAT UDARA

 

Pasal 71 Kepentingan internasional

Objek pesawat udara dapat dibebani dengan kepentingan internasional yang timbul akibat perjanjian pemberian hak jaminan kebendaan, perjanjian pengikatan hak bersyarat, dan/atau perjanjian sewa guna usaha.

 

Pasal 72 Dasar Hukum

Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dapat dibuat berdasarkan hukum yang dipilih oleh para pihak pada perjanjian tersebut.

 

Pasal 73 Perjanjian dengan akta otentik

Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 tunduk pada hukum Indonesia, perjanjian tersebut harus dibuat dalam akta otentik yang paling sedikit memuat:

  1. identitas para pihak;
  2. identitas dari objek pesawat udara; dan c. hak dan kewajiban para pihak.

 

Pasal 74 Deregistrasi

(1) Debitur dapat menerbitkan kuasa memohon deregistrasi kepada kreditur untuk memohon penghapusan pendaftaran dan ekspor atas pesawat terbang atau helikopter yang telah memperoleh tanda pendaftaran Indonesia dan tanda kebangsaan Indonesia.

(2)   Kuasa   memohon   deregistrasi   sebagaimana   dimaksud pada ayat (1) harus diakui dan dicatat oleh Menteri dan tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan kreditur.

(3)   Kuasa   memohon   deregistrasi   sebagaimana   dimaksud pada ayat (1) tetap berlaku pada saat debitur dinyatakan pailit atau berada dalam keadaan tidak mampu membayar utang.

(4)   Kreditur merupakan satu-satunya pihak yang berwenang untuk mengajukan permohonan penghapusan pendaftaran pesawat terbang atau helikopter tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam kuasa memohon deregistrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

Pasal 75 Penghapusan pendaftaran

(1) Dalam hal debitur cedera janji, kreditur dapat mengajukan permohonan kepada Menteri sesuai dengan kuasa memohon deregistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 untuk meminta penghapusan pendaftaran dan ekspor pesawat terbang atau helikopter.

(2) Berdasarkan   permohonan   kreditur   sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri wajib menghapus tanda pendaftaran dan kebangsaan pesawat terbang atau helikopter paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima.

 

 

Pasal 76 Kementrian terkait

Kementerian yang membidangi urusan penerbangan dan instansi pemerintah lainnya harus membantu dan memperlancar pelaksanaan upaya pemulihan yang dilakukan oleh kreditur berdasarkan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71.

 

Pasal 77 Hak kreditur

Hak-hak kreditur dan upaya pemulihan timbul pada saat ditandatanganinya perjanjian oleh para pihak.

 

Pasal 78 Kepentingan internasional

Kepentingan internasional, termasuk setiap pengalihan dan/atau subordinasi dari kepentingan tersebut, memperoleh prioritas pada saat kepentingan tersebut didaftarkan pada kantor pendaftaran internasional.

 

Pasal 79 Cedera janji

(1) Dalam hal debitur cedera janji, kreditur dapat meminta penetapan dari pengadilan negeri untuk memperoleh tindakan sementara berdasarkan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 tanpa didahului pengajuan gugatan pada pokok perkara untuk melaksanakan tuntutannya di Indonesia dan tanpa para pihak mengikuti mediasi yang diperintahkan oleh pengadilan.

 

(2)   Penetapan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dinyatakan dalam deklarasi yang dibuat oleh Pemerintah sehubungan dengan konvensi dan protokol tersebut.

 

Pasal 80 Pengadilan

Pengadilan, kurator, pengurus kepailitan, dan/atau debitur harus menyerahkan penguasaan objek pesawat udara kepada kreditur yang berhak dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Pemerintah.

 

Pasal 81 Tagihan

Tagihan-tagihan tertentu memiliki prioritas terhadap tagihan dari pemegang kepentingan internasional yang terdaftar atas objek pesawat udara.

 

 

Pasal 82 konvensi internasional

Ketentuan dalam konvensi internasional mengenai kepentingan internasional dalam peralatan bergerak dan protokol mengenai masalah-masalah khusus pada peralatan pesawat udara, di mana Indonesia merupakan pihak mempunyai kekuatan hukum di Indonesia dan merupakan ketentuan hukum khusus (lex specialis).