UNDANG-UNDANG PENERBANGAN RI – E

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

BAGIAN 5

BAB XIII KESELAMATAN PENERBANGAN

Bagian Kesatu Program Keselamatan Penerbangan Nasional

Bagian Kedua Pengawasan Keselamatan Penerbangan

Bagian Ketiga Penegakan Hukum Keselamatan Penerbangan

Bagian Keempat Sistem Manajemen Keselamatan Penyedia Jasa Penerbangan

Bagian Kelima Budaya Keselamatan Penerbangan

BAB XIV KEAMANAN PENERBANGAN

Bagian Kesatu Keamanan Penerbangan Nasional

Bagian Kedua Pengawasan Keamanan Penerbangan

Bagian Ketiga Keamanan Bandar Udara

Bagian Keempat Keamanan Pengoperasian Pesawat Udara

Bagian Kelima Penanggulangan Tindakan Melawan Hukum

Bagian Keenam Fasilitas Keamanan Penerbangan

BAB XV PENCARIAN DAN PERTOLONGAN KECELAKAAN PESAWAT UDARA

BAB XVI INVESTIGASI DAN PENYELIDIKAN LANJUTAN KECELAKAAN PESAWAT UDARA

Bagian Pertama Umum

Bagian Kedua Investigasi Kecelakaan Pesawat Udara

Bagian Ketiga Penyelidikan Lanjutan Kecelakaan Pesawat Udara

 

 

 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG PENERBANGAN

 

BAB XIII KESELAMATAN PENERBANGAN

 

Bagian Kesatu Program Keselamatan Penerbangan Nasional

 

Pasal 308

(1) Menteri bertanggung jawab terhadap keselamatan penerbangan nasional.

(2) Untuk menjamin keselamatan penerbangan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri menetapkan program keselamatan penerbangan nasional (state safety program).

 

Pasal 309

(1)   Program keselamatan penerbangan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 308 ayat (2) memuat:

  1. peraturan keselamatan penerbangan;
  2. sasaran keselamatan penerbangan;
  3. sistem pelaporan keselamatan penerbangan;
  4. analisis data dan pertukaran informasi keselamatan penerbangan (safety data analysis and exchange);
  5. kegiatan investigasi kecelakaan dan kejadian penerbangan (accident and incident investigation);
  6. promosi keselamatan penerbangan (safety promotion);
  7. pengawasan keselamatan penerbangan (safety oversight); dan
  8. penegakan hukum (law enforcement).

 

(2)   Pelaksanaan program keselamatan penerbangan nasional (state safety program) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi secara berkelanjutan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri.

 

Pasal 310

 

(1) Sasaran   keselamatan   penerbangan   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 309 ayat (1) huruf b meliputi:

  1. target kinerja keselamatan penerbangan;
  2. indikator kinerja keselamatan penerbangan; dan
  3. pengukuran pencapaian keselamatan penerbangan.

 

(2) Target dan hasil pencapaian kinerja keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipublikasikan kepada masyarakat.

 

Pasal 311

Ketentuan lebih lanjut mengenai program keselamatan penerbangan nasional diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Kedua Pengawasan Keselamatan Penerbangan

 

Pasal 312

(1) Menteri bertanggung jawab terhadap pengawasan keselamatan penerbangan nasional.

(2) Pengawasan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan pengawasan berkelanjutan untuk melihat pemenuhan peraturan keselamatan penerbangan yang dilaksanakan oleh penyedia jasa penerbangan dan pemangku kepentingan lainnya yang meliputi:

  1. audit;
  2. inspeksi;
  3. pengamatan (surveillance); dan
  4. pemantauan (monitoring).

 

(3)   Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh unit kerja atau lembaga penyelenggara pelayanan umum.

 

(4)   Terhadap hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum.

 

(5) Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   pengawasan keselamatan penerbangan, unit kerja, dan lembaga penyelenggara pelayanan umum diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Bagian Ketiga Penegakan Hukum Keselamatan Penerbangan

 

Pasal 313

 

(1)   Menteri   berwenang   menetapkan   program   penegakan hukum dan   mengambil tindakan hukum di bidang keselamatan penerbangan.

 

(2)   Program penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

  1. tata cara penegakan hukum;
  2. penyiapan personel yang berwenang mengawasi penerapan aturan di bidang keselamatan penerbangan;

 

  1. pendidikan masyarakat dan penyedia jasa penerbangan serta para penegak hukum; dan
  2. penindakan.

 

(3)   Tindakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berupa:

  1. sanksi administratif; dan b. sanksi pidana.

 

 

 

Bagian Keempat Sistem Manajemen Keselamatan Penyedia Jasa Penerbangan

 

Pasal 314

 

(1) Setiap penyedia jasa penerbangan wajib membuat, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakan secara berkelanjutan sistem manajemen keselamatan (safety management system) dengan berpedoman pada program keselamatan penerbangan nasional.

 

(2) Sistem   manajemen   keselamatan   penyedia   jasa penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan dari Menteri.

 

(3) Setiap penyedia jasa penerbangan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan;
  2. pembekuan izin; dan/atau c. pencabutan izin.

 

Pasal 315

 

Sistem manajemen keselamatan penyedia jasa penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 314 ayat (1) paling sedikit memuat:

  1. kebijakan dan sasaran keselamatan;
  2.    manajemen risiko keselamatan;
  3. jaminan keselamatan; dan d. promosi keselamatan.

 

Pasal 316

 

(1) Kebijakan   dan   sasaran   keselamatan   sebagaimana dimaksud   dalam   Pasal   315   huruf   a   paling   sedikit memuat:

  1. komitmen pimpinan penyedia jasa penerbangan;
  2. penunjukan penanggung jawab utama keselamatan;
  3. pembentukan unit manajemen keselamatan;
  4. penetapan target kinerja keselamatan;
  5. penetapan indikator kinerja keselamatan;
  6. pengukuran pencapaian keselamatan;
  7. dokumentasi data keselamatan; dan
  8. koordinasi penanggulangan gawat darurat.

 

(2) Penetapan target kinerja keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yang akan dicapai harus minimal sama atau lebih baik daripada target kinerja keselamatan nasional.

 

(3) Target dan hasil pencapaian kinerja keselamatan harus dipublikasikan kepada masyarakat.

 

Pasal 317

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem manajemen keselamatan penyedia jasa penerbangan, tata cara, dan prosedur pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Kelima Budaya Keselamatan Penerbangan

 

Pasal 318

 

Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya bertanggung jawab membangun dan mewujudkan budaya keselamatan penerbangan.

 

Pasal 319

 

Untuk membangun dan mewujudkan budaya keselamatan penerbangan   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   318, Menteri menetapkan kebijakan dan program budaya tindakan keselamatan, keterbukaan, komunikasi, serta penilaian dan penghargaan terhadap tindakan keselamatan penerbangan.

 

Pasal 320

 

Untuk membangun dan mewujudkan budaya keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 318, penyedia   jasa   penerbangan   menetapkan   kebijakan   dan program budaya keselamatan.

 

Pasal 321

 

(1) Personel penerbangan yang mengetahui terjadinya penyimpangan atau ketidaksesuaian prosedur penerbangan, atau tidak berfungsinya peralatan dan fasilitas penerbangan wajib melaporkan kepada Menteri.

 

(2) Personel penerbangan yang melaporkan kejadian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi perlindungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

(3) Personel penerbangan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan;
  2. pembekuan lisensi atau sertifikat kompetensi;

dan/atau

  1. pencabutan lisensi atau sertifikat kompetensi.

 

Pasal 322

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai budaya keselamatan penerbangan, tata cara, dan prosedur pengenaan sanksi adminisratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 321 ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

 

BAB XIV KEAMANAN PENERBANGAN

 

Bagian Kesatu Keamanan Penerbangan Nasional

 

 

Pasal 323

 

(1) Menteri bertanggung jawab terhadap keamanan penerbangan nasional.

 

(2) Untuk melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri berwenang untuk:

  1. membentuk komite nasional keamanan penerbangan;
  2. menetapkan program keamanan penerbangan nasional; dan
  3. mengawasi pelaksanaan program keamanan penerbangan nasional.

 

Pasal 324

 

Komite nasional keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 323 ayat (2) huruf a bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan program keamanan penerbangan nasional.

 

Pasal 325

 

Program keamanan penerbangan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 323 ayat (2) huruf b paling sedikit memuat:

  1. peraturan keamanan penerbangan;
  2. sasaran keamanan penerbangan;
  3. personel keamanan penerbangan;
  4. pembagian tanggung jawab keamanan penerbangan;
  5. perlindungan bandar udara, pesawat udara, dan fasilitas navigasi penerbangan;
  6. pengendalian dan penjaminan keamanan terhadap orang dan barang di pesawat udara;
  7. penanggulangan tindakan melawan hukum;
  8. penyesuaian sistem keamanan terhadap tingkat ancaman keamanan; serta
  9. pengawasan keamanan penerbangan.

 

Pasal 326

 

(1) Dalam melaksanakan program keamanan penerbangan nasional,   Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan negara lain.

 

(2)   Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. pertukaran informasi;
  2. pendidikan dan pelatihan;
  3. peningkatan kualitas keamanan; serta d. permintaan keamanan tambahan.

 

Pasal 327

 

(1)   Badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara wajib membuat, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengembangkan program keamanan bandar udara di setiap bandar udara dengan berpedoman pada program keamanan penerbangan nasional.

 

(2)   Program keamanan bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Menteri.

 

(3)   Badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara bertanggung jawab terhadap pembiayaan keamanan bandar udara.

 

Pasal 328

 

(1)   Setiap otoritas bandar udara bertanggung jawab terhadap pengawasan dan pengendalian program keamanan bandar udara.

 

(2) Untuk melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), otoritas bandar udara membentuk komite keamanan bandar udara.

 

(3) Komite keamanan bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan program keamanan bandar udara.

 

Pasal 329

 

(1) Setiap badan usaha angkutan udara wajib membuat, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengembangkan program keamanan angkutan udara dengan berpedoman pada program keamanan penerbangan nasional.

 

(2) Program keamanan angkutan udara sebagaimana dimaksud   pada   ayat   (1)   dibuat   oleh   badan   usaha angkutan udara dan disahkan oleh Menteri.

 

(3) Badan usaha angkutan udara bertanggung jawab terhadap pembiayaan keamanan angkutan udara.

 

Pasal 330

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pembuatan atau pelaksanaan program keamanan penerbangan nasional diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Bagian Kedua Pengawasan Keamanan Penerbangan

 

Pasal 331

 

(1) Menteri bertanggung jawab terhadap pengawasan keamanan penerbangan nasional.

 

(2) Pengawasan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan pengawasan berkelanjutan untuk melihat pemenuhan peraturan keamanan penerbangan yang dilaksanakan oleh penyedia jasa penerbangan atau institusi lain yang terkait dengan keamanan yang meliputi:

  1. audit;
  2. inspeksi;
  3. survei; dan
  4. pengujian (test).

 

(3)   Terhadap hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum.

 

Pasal 332

 

Otoritas bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, badan usaha bandar udara, dan badan usaha angkutan udara wajib melaksanakan pengawasan internal dan melaporkan hasilnya kepada Menteri.

 

Pasal 333

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan keamanan penerbangan nasional diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Ketiga Keamanan Bandar Udara

 

Pasal 334

 

(1)   Orang perseorangan, kendaraan, kargo, dan pos yang akan memasuki daerah keamanan terbatas wajib memiliki izin masuk daerah terbatas atau tiket pesawat udara bagi penumpang pesawat udara, dan dilakukan pemeriksaan keamanan.

 

(2)   Pemeriksaan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh personel yang berkompeten di bidang keamanan penerbangan.

 

Pasal 335

 

(1) Terhadap penumpang, personel pesawat udara, bagasi, kargo, dan pos yang akan diangkut harus dilakukan pemeriksaan dan memenuhi persyaratan keamanan penerbangan.

 

(2)   Penumpang dan kargo tertentu dapat diberikan perlakuan khusus dalam pemeriksaan keamanan.

 

 

 

Pasal 336

 

Kantong diplomatik tidak boleh diperiksa, kecuali atas permintaan dari instansi yang berwenang di bidang hubungan luar negeri dan pertahanan negara.

 

Pasal 337

 

(1)   Penumpang pesawat udara yang membawa senjata wajib melaporkan dan menyerahkannya kepada badan usaha angkutan udara yang akan mengangkut penumpang tersebut.

 

(2)   Badan usaha angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas keamanan senjata yang diterima sampai dengan diserahkan kembali kepada pemiliknya di bandar udara tujuan.

 

 

Pasal 338

 

Badan usaha bandar udara dan unit penyelenggara bandar udara wajib menyediakan atau menunjuk bagian dari wilayah bandar udara sebagai tempat terisolasi (isolated parking area) untuk penempatan pesawat udara yang mengalami gangguan atau ancaman keamanan.

 

Pasal 339

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur keamanan pengoperasian bandar udara diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

Bagian Keempat Keamanan Pengoperasian Pesawat Udara

 

Pasal 340

 

(1) Badan usaha angkutan udara bertanggung jawab terhadap keamanan pengoperasian pesawat udara di bandar udara dan selama terbang.

 

(2) Tanggung jawab terhadap keamanan pengoperasian pesawat udara   di bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

  1. pemeriksaan keamanan pesawat udara sebelum pengoperasian berdasarkan penilaian risiko keamanan (check and search);
  2. pemeriksaan terhadap barang bawaan penumpang yang tertinggal di pesawat udara;
  3. pemeriksaan terhadap semua petugas yang masuk pesawat udara; dan
  4. pemeriksaan terhadap peralatan, barang, makanan, dan minuman yang akan masuk pesawat udara.

 

(3) Tanggung jawab terhadap keamanan pengoperasian pesawat udara selama terbang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

  1. mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan penerbangan;
  2. memberitahu kepada kapten penerbang apabila ada petugas keamanan dalam penerbangan (air marshal) di pesawat udara; dan

 

 

  1. memberitahu kepada kapten penerbang adanya muatan barang berbahaya di dalam pesawat udara.

 

Pasal 341

 

Penempatan petugas keamanan dalam penerbangan pada pesawat udara niaga berjadwal asing dari dan ke wilayah Republik Indonesia hanya dapat dilaksanakan berdasarkan perjanjian bilateral.

 

Pasal 342

 

Setiap badan usaha angkutan udara yang mengoperasikan pesawat udara kategori transpor wajib memenuhi persyaratan keamanan penerbangan.

 

Pasal 343

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pelaksanaan keamanan pengoperasian pesawat udara diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

 

Bagian Kelima Penanggulangan Tindakan Melawan Hukum

 

Pasal 344

 

Setiap orang dilarang melakukan tindakan melawan hukum (acts of unlawful interference) yang membahayakan keselamatan penerbangan dan angkutan udara berupa:

  1. menguasai secara tidak sah pesawat udara yang sedang terbang atau yang sedang di darat;
  2. menyandera orang di dalam pesawat udara atau di bandar udara;
  3. masuk ke dalam pesawat udara, daerah keamanan terbatas bandar udara, atau wilayah fasilitas aeronautika secara tidak sah;
  4. membawa senjata, barang dan peralatan berbahaya, atau bom ke dalam pesawat udara atau bandar udara tanpa izin; dan
  5. menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan.

 

Pasal 345

 

(1)   Otoritas bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, badan usaha bandar udara, dan/atau badan usaha angkutan udara wajib menanggulangi tindakan melawan hukum.

 

(2) Penanggulangan tindakan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk program penanggulangan keadaan darurat.

 

Pasal 346

 

Dalam hal terjadi tindakan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf a dan huruf b, Menteri berkoordinasi serta menyerahkan tugas dan komando penanggulangannya kepada institusi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang keamanan.

 

Pasal 347

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur penanggulangan tindakan melawan hukum serta penyerahan tugas dan komando penanggulangan diatur dalam Peraturan Menteri.

 

 

 

Bagian Keenam Fasilitas Keamanan Penerbangan

 

Pasal 348

 

Menteri menetapkan fasilitas keamanan penerbangan yang digunakan dalam mewujudkan keamanan penerbangan.

 

Pasal 349

 

Penyediaan fasilitas keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 348 dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dengan mempertimbangkan:

  1. efektivitas peralatan;
  2. klasifikasi bandar udara; serta
  3.    tingkat ancaman dan gangguan.

 

 

Pasal 350

 

(1) Badan usaha bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, dan   badan usaha angkutan udara yang menggunakan fasilitas keamanan penerbangan wajib:

  1. menyediakan,   mengoperasikan,   memelihara,   dan memodernisasinya sesuai dengan standar yang ditetapkan;
  2. mempertahankan   keakurasian   kinerjanya   dengan melakukan kalibrasi; dan
  3. melengkapi sertifikat peralatannya.

 

 

(2) Badan usaha bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, dan badan usaha angkutan udara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan;
  2. pembekuan izin atau sertifikat; dan/atau c. pencabutan izin atau sertifikat.

 

Pasal 351

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas keamanan penerbangan diatur dengan Peraturan Menteri.

 

 

 

BAB XV PENCARIAN DAN PERTOLONGAN KECELAKAAN PESAWAT UDARA

 

Pasal 352

 

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab melakukan pencarian dan pertolongan terhadap setiap pesawat udara yang mengalami kecelakaan di wilayah Republik Indonesia.

 

(2) Pencarian dan pertolongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan cepat, tepat, efektif, dan efisien untuk mengurangi korban.

 

(3) Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib membantu usaha pencarian dan pertolongan terhadap kecelakaan pesawat udara.

 

Pasal 353

 

Tanggung jawab pelaksanaan pencarian dan pertolongan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 352 ayat (1) dikoordinasikan dan dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang pencarian dan pertolongan.

 

Pasal 354

 

Kapten penerbang yang sedang bertugas yang mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat udara lain yang diindikasikan sedang menghadapi bahaya dalam penerbangan wajib segera memberitahukan kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan.

 

Pasal 355

 

Setiap personel pelayanan lalu lintas penerbangan yang bertugas wajib segera memberitahukan kepada instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pencarian dan pertolongan setelah menerima pemberitahuan atau mengetahui   adanya   pesawat   udara   yang   berada   dalam keadaan bahaya atau hilang dalam penerbangan.

 

Pasal 356

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai pencarian dan pertolongan terhadap kecelakaan pesawat udara diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

 

BAB XVI INVESTIGASI DAN PENYELIDIKAN LANJUTAN KECELAKAAN PESAWAT UDARA

 

Bagian Pertama Umum

 

Pasal 357

 

(1) Pemerintah melakukan investigasi dan penyelidikan lanjutan mengenai penyebab setiap kecelakaan dan kejadian serius pesawat udara sipil yang terjadi di wilayah Republik Indonesia.

 

(2) Pelaksanaan investigasi dan penyelidikan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh komite nasional yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden.

 

(3) Komite nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah institusi yang independen dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta memiliki keanggotaan yang dipilih berdasarkan standar kompetensi melalui uji kepatutan dan kelayakan oleh Menteri.

 

(4) Komite nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas melakukan kegiatan investigasi, penelitian, penyelidikan lanjutan, laporan akhir, dan memberikan rekomendasi dalam rangka mencegah terjadinya kecelakaan dengan penyebab yang sama.

 

(5)   Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dan segera ditindaklanjuti oleh para pihak terkait.

 

 

Bagian Kedua Investigasi Kecelakaan Pesawat Udara

 

Pasal 358

 

(1) Komite nasional wajib melaporkan segala perkembangan dan hasil investigasinya kepada Menteri.

 

(2) Menteri harus menyampaikan laporan hasil investigasi pesawat tertentu kepada pihak terkait.

 

(3)   Rancangan   laporan   akhir   investigasi   harus   dikirim kepada   negara   tempat   pesawat   didaftarkan,   negara tempat badan usaha angkutan udara, negara perancang pesawat, dan negara pembuat pesawat untuk mendapatkan tanggapan.

 

(4) Rancangan laporan akhir investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselesaikan secepat-cepatnya, jika dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, laporan akhir investigasi belum dapat diselesaikan, komite nasional wajib menyampaikan laporan perkembangan (intermediate report) hasil investigasi setiap tahun.

 

 

Pasal 359

 

(1)   Hasil investigasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses peradilan.

 

(2)   Hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bukan digolongkan sebagai informasi rahasia, dapat diumumkan kepada masyarakat.

 

Pasal 360

 

(1)   Setiap   orang   dilarang   merusak   atau   menghilangkan bukti-bukti, mengubah letak pesawat udara, dan mengambil bagian pesawat udara atau barang lainnya yang tersisa akibat dari kecelakaan atau kejadian serius pesawat udara.

 

(2) Untuk     kepentingan     keselamatan     operasional penerbangan, pesawat udara yang mengalami kecelakaan atau kejadian serius sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipindahkan atas persetujuan pejabat yang berwenang.

 

Pasal 361

l

(1) Dalam hal pesawat udara asing mengalami kecelakaan di

wilayah Republik Indonesia, wakil resmi   dari negara

(acredited   representative)   tempat     pesawat     udara

didaftarkan, negara tempat badan usaha angkutan udara, negara tempat perancang pesawat udara, dan negara tempat pembuat pesawat udara dapat diikutsertakan dalam investigasi sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

 

(2) Dalam hal pesawat udara yang terdaftar di Indonesia mengalami kecelakaan di luar wilayah Republik Indonesia dan negara tempat terjadinya kecelakaan tidak melakukan investigasi, Pemerintah Republik Indonesia wajib melakukan investigasi.

 

Pasal 362

 

(1) Orang perseorangan wajib memberikan keterangan atau bantuan jasa keahlian untuk kelancaran investigasi yang dibutuhkan oleh komite nasional.

 

(2)   Otoritas bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, badan usaha bandar udara, penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan, dan/atau badan usaha angkutan udara wajib membantu kelancaran investigasi kecelakaan pesawat udara.

 

Pasal 363

 

(1)   Pejabat yang berwenang di lokasi kecelakaan pesawat udara wajib melakukan tindakan pengamanan terhadap pesawat udara yang mengalami kecelakaan di luar daerah lingkungan kerja bandar udara untuk:

  1. melindungi     personel     pesawat     udara     dan penumpangnya; dan
  2. mencegah terjadinya tindakan yang dapat mengubah letak pesawat udara, merusak dan/atau mengambil barang-barang dari pesawat udara yang mengalami kecelakaan.

 

(2)   Tindakan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlangsung sampai dengan berakhirnya pelaksanaan investigasi lokasi kecelakaan oleh komite nasional.

 

 

 

Bagian Ketiga Penyelidikan Lanjutan Kecelakaan Pesawat Udara

 

Pasal 364

 

Untuk melaksanakan penyelidikan lanjutan, penegakan etika profesi, pelaksanaan mediasi   dan penafsiran penerapan regulasi, komite nasional membentuk majelis profesi penerbangan.

 

Pasal 365

 

Majelis profesi penerbangan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 364 mempunyai tugas:

  1. menegakkan etika profesi dan kompetensi personel di bidang penerbangan;
  2. melaksanakan mediasi antara penyedia jasa penerbangan, personel dan pengguna jasa penerbangan; dan
  3. menafsirkan penerapan regulasi di bidang penerbangan.

 

 

Pasal 366

 

Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal

365 majelis profesi penerbangan memiliki fungsi:

  1. menjadi penegak etika profesi dan kompetensi personel penerbangan;
  2. menjadi mediator penyelesaian sengketa perselisihan di bidang penerbangan di luar pengadilan; dan
  3. menjadi penafsir penerapan regulasi di bidang penerbangan;

 

Pasal 367

 

Majelis profesi penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 364 paling sedikit berasal dari unsur profesi, pemerintah, dan masyarakat yang kompeten di bidang:

  1. hukum;
  2. pesawat udara;
  3. navigasi penerbangan;
  4. bandar udara;
  5. kedokteran penerbangan; dan f. Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

 

Pasal 368

 

Majelis profesi penerbangan berwenang:

  1. memberi rekomendasi kepada Menteri untuk pengenaan sanksi administratif atau penyidikan lanjut oleh PPNS;
  2. menetapkan   keputusan   dalam   sengketa   para   pihak dampak dari kecelakaan atau kejadian serius terhadap pesawat udara; dan
  3. memberikan rekomendasi terhadap penerapan regulasi penerbangan.

 

Pasal 369

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai investigasi kecelakaan pesawat udara dan penyelidikan lanjutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.